Mungkin banyak mahasiswa angkatan 2009 (maba ’09) yang mempermasalahkan sistem pembayaran perkuliahan yang berlaku di UI saat ini. Sistem yang tergolong baru dan unik, mungkin pula hanya ada di UI. Sistem itu dinamakan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan atau yang lazim disingkat BOP-B. Kata terakhir ‘BerkeADILan’ seolah menjadi kata kearamat di tahun 2009, setiap mahasiswa selalu mencoba untuk memperbincangkan keadilan yang disuguhkan UI kepada maba ’09, “mana adil, MAHAL?” Kerap terdengar pernyataan seperti itu di akhir-akhir diskusi. Mempertanyakan keADILan memang tidak akan ada habisnya, memang sulit untuk mendefinisikan ADIL yang ditawarkan oleh UI sendiri, iya kan? Apabila definisi ini tidak dijabarkan, maka akan bermuara kepada kasus pro dan kontra yang berkelanjutan, dan di antara dua kubu ini, ada aku yang mengatakan “UI: adil bagiku.”
Tidak banyak memang yang sepakat dengan kata ADIL yang diusung oleh UI dalam sistem pembayaran perkuliahan yang berlaku. Namun bukan berarti tidak ada,bukan? Kelompok itu ada. Aku sebagai bagian dari kelompok itu adalah mahasiswa yang menyatakan dengan sangat jujur bahwa UI-lah kampusku, UI memahami perekonomian keluargaku. Pertimbangan UI dalam memutuskan besaran biaya perkuliahan bagiku cukup memuaskan. Bagaimana tidak, besaran BOP-B yang kuajukan pada akhirnya diterima.
Cukup banyak peristiwa yang kulalui hingga penetapan BOP itu disahkan. Diawali dengan berusaha mengumpulkan semua persyaratan yang diminta oleh UI sendirian. Hingga mencapai sistem banding yang lumayan menguras tenaga dan pikiran, bahkan air mataku pun menetes untuk memperjuangkan keadilan bagi pendidikanku. Bagaimana tidak? Siapa yang tahan melihat BOP-nya tertera sebesar Rp7.500.000,- dengan UP Rp5.000.000,- padahal telah mengajukan semua persyaratan yang diminta oleh UI. Ternyata itu hanya kesalahan sistem. teman-temanku yang juga mengajukan BOP-B bilang mereka mengalami itu juga. Pernyataan mereka membuatku sedikit bisa menghela nafas. Namun siapa sangka itu hanya berlangsung sebentar. Pada pukul 10:00 pagi, besaran BOP-B mereka sudah berubah, ada yang sesuai dengan yang diajukan namun ada juga yang tidak. Akan tetapi, BOP-B ku sendiri masih sebesar itu. Disaat itulah aku mulai panik, banding via email mulai disarankan oleh guru yang menemaniku di kala itu. Tapi tak kunjung ada balasan. Empat kali aku mengirimkan email mempertanyakan BOP-ku, tetap tidak mendapatkan balasan. Mulailah muncul pikiran-pkiran negatifku tentang FKM, “apakah di FKM BOP-B tidak berlaku?”, “Ada apa sih dengan FKM, kok lambat gini?” pikiran-pikiran itu akhirnya menemukan jawaban, kira-kira pada pukul 16:00 aku melihat BOP-B lagi dan sudah ada perubahan. Meskipun belum sesuai dengan yang aku ajukan. Aku pun melakukan banding lagi. Pada keesokan harinya aku mendapat telfon dari seorang mahasiswa FKM (Departemen Kesejahteraan Mahasiswa), dia mewawancaraiku, mempertanyakan kembali perihal aku mengajukan banding. Tak ada jawaban lain yang bisa aku sampaikan selain “ hanya segitu orang tuaku menyanggupinya, Kak.” Dia memberikan pertanyaan selanjutnya dan selanjutnya lagi. Aku jawab sejujurnya. Tidak ada yang aku lebih-lebihkan apalagi aku kurang-kurangkan. Aku bicarakan keadaanku. Jawaban terakhir yang aku terima dari kakak itu adalah “ lihat BOP-mu lagi besok di internet ya”
Keesokan hari, aku melihat BOP yang ditampilkan di website bopberkeadilan.ui.ac.id, syukur alhamdulillah berubah. BOP yang kuajukan diterima, dan walaupun UP-nya sedikit lebih besar dari yang aku ajukankan, aku tetap bersyukur. Itulah titik keADILan yang aku rasakan dari UI. Bukankah keadilan itu adalah keseimbangan dan kesesuaian. Dan itulah yang aku rasakan, UI memberikan besaran BOP yang sesuai dengan kesanggupan orang tuaku untuk memenuhinya. UI adil bagiku.
Keadilan ini mungkin tidak dirasakan oleh sebagian mahasiswa lain, terutama mahasiswa yang berada pada kubu kontra tadi. Tapi mungkinkah ketidakadilan yang mereka rasakan itu berlandaskan “sifat iri” melihat BOP temannya yang lain lebih kecil daripadanya. Apabila itulah penyebabnya, keadilan yang manakah yang dipertanyakan? Apakah mereka iri melihat saudaranya jauh lebih miskin darinya sehingga mereka mendapat BOP yang lebih kecil? Di luar apapun penyebab ketidakadilan itu. Aku hanya dapat mengatakan bahwa tidak ada yang bisa se-ADIL Allah dalam menetapkan sesuatu. Bagiku UI tengah mencoba membangun keadilan di kampus ini. Namun apabila keadilan itu belum bisa dirasakan sepenuhnya, maka yang dapat dilakukan hanya memohon keadilan dari Allah swt. Yang Maha Adil, sumber segala keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar