suara ujung pena

Sabtu, 16 Oktober 2010

S.O.M.B.O.N.G

Sombong.

Kenapa kata itu dilayangkan kepadaKU hari ini?

bagaimana dia mendefinisikan sombong itu terhadapku.

Uh, kesal.

Pusing. mencoba mencari rekaman kejadian dua tahun yang lalu dimana aku berprilaku sombong sebagaimana yang disebutkannya.

Aku merasa tidak pernah berlaku sombong,

atau kita punya definisi yang berbeda mengenai bagaimana perilaku sombong itu sendiri.

Ku pejamkan mata.

Ku coba terus berlari menjangkau memori 2 tahun yang lalu.

Tentang memori usang yang sudah ku buang,

Karena di dalamnya hanya ada buih-buih kenangan

namun sekarang harus kucerna ulang.

Apakah tindakan seperti itu yang dinamakan sombong?

Meraba kembali memori masa lalu.

Mungkin ini hanya karena perbedaan frekuensi yang menghalangi resonansi definisi.

Atau dia hanya ingin mengatakan sebuah ilusi.

Aku kembali heran, kenapa obrolan tadi berlangsung.

Dan tanpa nanya, dia bilang aku adalah orang yang sombong ketika di SMA.

Batinku mengeras melihat kata itu tampil di layar chat siang tadi.

Hingga detik ini aku masih mereka-ulang kejadian-kejadian yang disana ada aku dan dia.

Kulihat dengan nyata.

Aku enggan berkata-kata terhadap dia.

Yang ada hanya lemparan senyum ketika saling menyapa.

Munkin dia tidak memaknai senyum itu sebagai sebuah bahasa.

Yang ada, sombong baginya adalah karena aku diam seribu bahasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar